Memaknai Kembali Arti Profesionalisme Guru

Jumat, 01 April 2011

Akhir-akhir ini istilah profesionalisme sedang menjadi kata yang sering didengar di kalangan guru. Apalagi bila istilah profesionalisme dihubungkan dengan adanya program sertifikasi guru. Kedua istilah tersebut, profesionalisme dan sertifikasi, menjadi dua sisi mata uang yang tak terpisahkan satu sama lain.
Berbagai persepsi kemudian muncul dan menyebar di kalangan guru dalam memaknai arti profesionalisme guru. Ada yang memaknainya dengan utuh, namun ada yang sebagian saja. Hal itu dapat dilihat dari masih beragamnya respon guru dalam mengejawantahkan sikap profesionalismenya. Kegiatan seminar, pembuatan makalah, penyusunan portofolio sertifikasi, kenaikan pangkat adalah beberapa persepsi yang sering disamaartikan dengan pengertian profesionalisme. Sering pula menyamakan profesionalisme dengan kompetensi yang tinggi : berpendidikan, berdedikasi, bertanggung jawab, jujur, loyal, dan sebagainya. Tapi apakah memang itu saja yang dimaksud dengan profesionalisme?

Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti (1) bersifat profesi (2) memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, (3) beroleh bayaran karena keahliannya itu. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme manakala memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhan hidupnya. Hal itu berlaku pula untuk profesionalisme guru.

Menilik pengertian di atas, tidaklah heran bila pemerintah akhirnya menggulirkan program sertifikasi guru. Tujuan utama program sertifikasi adalah agar guru mendapatkan tambahan penghasilan tapi juga memiliki rekam jejak (track record) yang mumpuni selama menjalankan profesinya sebagai guru yang menandakan profesionalisme-nya. Maka dari itu, guru yang telah lulus sertifikasi dapat dikatakan sebagai guru yang profesional, karena telah terbukti memiliki kompetensi yang layak dan memperoleh pendapatan yang layak pula.
Lalu kemudian muncul pertanyaan menggelitik, apakah guru yang belum mengikuti sertifikasi berarti belum profesional atau tidak memiliki profesionalisme? Jika kriterianya hanya kompetensi yang dimiliki, tentu jawabannya : tidak tepat. Namun apabila kriterianya adalah dua hal pokok yang menjadi pengertian profesionalisme, yaitu keahlian dan pendapatan, bisa jadi jawabannya : tepat. Karena guru yang belum mengikuti sertifikasi sudah pasti tidak mendapatkan tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokoknya, walaupun memiliki kompetensi yang berkualitas.

Dari uraian di atas, profesionalisme guru ternyata harus dibangun oleh dua pihak secara bersama-sama, yaitu antara guru sebagai pihak yang dituntut memiliki keahlian dan pemerintah sebagai pihak yang dituntut untuk memberikan penghasilan yang layak pada guru. Keduanya (guru dan pemerintah) harus mulai memberikan kontribusi positif ke arah perbaikan mutu pendidikan.
Bagi guru, standar kompetensinya telah ditetapkan dalam Standar Pendidikan Nasional, yaitu kompetensi (1) kepribadian, (2) profesional, (3) kependidikan/akademik, dan (4) sosial. Keempat butir kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang harus dimiliki oleh semua guru. Berbagai cara pun bisa dilakukan oleh guru untuk mencapai standar kompetensi tersebut, antara lain : melanjutkan pendidikan, gemar membaca, ikut seminar, melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), aktif dalam kegiatan KKG, dan sebagainya. Yang dibutuhkan oleh guru adalah kemauan yang kuat untuk menjadikan profesi guru sebagai profesi yang dihargai dan sejajar dengan profesi lainnya. Dalam hal ini, guru harus mampu membuktikan bahwa profesinya layak untuk dihargai dan dihormati.

Sementara itu pemerintah telah mengutarakan program prioritas di bidang pendidikan yang salah satunya adalah peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru sebagai implementasi dari UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hingga tahun 2014. Dengan demikian sebenarnya telah ada arah yang jelas, baik bagi guru maupun pemerintah, untuk memaknai arti profesionalisme yang sesungguhnya. Yang dibutuhkan sekarang adalah sejauh mana guru mau dan mampu memacu potensi dirinya sesuai standar yang telah ditetapkan dan pemerintah dengan segala kebijakannya mau dan mampu mewujudkan standar penghasilan yang layak bagi guru. Mari kita buktikan!
http://edukasi.kompasiana.com

0 komentar:

Posting Komentar

Lorem

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.